Sumber: http://www.cryptonews.biz |
Belakangan ini, kondisi perpolitikan di Indonesia
menjadi lebih panas dari biasanya. Kondisi politik yang sedemikian panas itu
sedikit banyak memberi pengaruh untuk menimbulkan polemik-polemik sosial dalam
kehidupan bermasyarakat yang menyebabkan seseorang seketika dapat menjelma
menjadi seorang ahli hukum, ahli politik, bahkan ahli agama, meskipun tanpa
latar pendidikan yang sejalur dengan apa yang digembar-gemborkan dalam opininya
di media sosial. Sebenarnya beropini sama sekali tak salah. Yang salah itu
justru ketika kita beropini tanpa dasar dan data yang konkrit, bahkan yang
lebih berbahaya bukan hanya tanpa dasar dan data, akan tetapi malah
memutarbalikkan fakta dan data yang valid. Tentunya opini tersebut akan
merugikan banyak pihak yang terseret dalam opini dengan data hoax itu. Sehingga
disini yang paling besar memikul tanggung jawab tersebarnya opini yang salah
jalur adalah sang empunya si berita hoax.
Sumber: www.vmlearning.com.au |
Ridwal Kamil atau yang akrab disapa Kang Emil melalui
akun media sosialnya memaparkan bahwa diketahui selama 2016, tersebar 2700an
berita hoax. Berita-berita hoax banyak bergentayangan di media sosial dan
cenderung memperkeruh kondisi sosial politik di Indonesia. Masyarakat yang
kurang teliti tentunya akan dengan mudah terpengaruh oleh berita hoax yang
datanya mungkin diperoleh dari negeri paralel.
Berdasarkan survei pribadi di jejaring facebook,
twitter, dan instagram, berita hoax banyak menyinggung tentang politik serta
satu hal lain yang cukup sensitif, yaitu agama. Topik mengenai agama sering
dijadikan sasaran empuk untuk dipelintir oleh segelintir orang yang usil untuk
membuat orang lain yang percaya akan berita tersebut menjadi panas sehingga
memicu percikan api amarah di pikiran seseorang. Konon lagi ketika topik agama
dicampurbaurkan dengan politik dalam suatu berita hoax? It will lit the fire up and burn everything!
Sumber: cdn.sailingscuttlebutt.com |
Berita-berita hoax yang topiknya menyinggung agama dan
politik yang selalu bikin mata, telinga, dan kepala panas ternyata mampu secara
masif mengusik damai dan indahnya kehidupan di Indonesia. Perseteruan antar
pribadi yang sepele kini mampu menjadi perseteruan antar kelompok, bahkan
golongan. Perseteruan tersebut bahkan mampu menimbulkan konflik-konflik
horizontal di masyarakat. Topik agama yang awalnya hanya dijadikan kail untuk
memancing pikiran untuk panas mulai dibawa-bawa. Media sosial pun mendadak
menjadi panggung bagi pihak-pihak yang ingin berdebat kusir mengadu
argumen-argumen yang dianggap paling sempurna sehingga tidak memungkinkan bagi
siapapun untuk mematahkan teori nyablak
dalam argumennya.
Pancasila sebagai ideologi negara lambat laun juga
mulai diseret untuk ikut serta dalam perdebatan tiada berujung antar golongan
yang satu dengan golongan yang lain. Ada pihak yang mempertanyakan keabsahan
Pancasila dalam kehidupan bernegara, ada pula pihak yang tetap condong pada
paham Pancasilaisme. Sebenarnya saya sendiri lebih condong untuk tetap bersatu
teguh di bawah sebuah naungan negara yang berideologi Pancasila. SBY sendiri
pernah menyebutkan suatu pernyataan dalam seminar
yang berjudul “Memaknai 70 tahun
Kemerdekaan RI” di Balai Sidang Universitas Indonesia pada tanggal 20 Agustus
2015, bahwa Pancasila merupakan ideologi terbaik di dunia (Sumber: click this hyperlink). Senada dengan
hal tersebut, akademisi UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Murodi menilai
Pancasila merupakan ideologi terbaik bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari
beragam suku dan budaya, juga agama (Sumber:
click this hyperlink).
Sumber: www.gurupendidikan.com |
Pancasila sendiri dapat dimaknai sebagai suatu ikatan
hukum prismatik yang mengambil berbagai kebaikan dari nilai kepentingan, nilai
sosial, dan konsep keadilan serta menghubungkannya dalam suatu hubungan
keseimbangan, yaitu salah satunya hubungan keseimbangan yang terkait dengan
masalah agama, yang sempat kita bahas di paragraf sebelumnya. Sehingga hubungan
keseimbangan yang menjadi concern
pembahasan kali ini adalah keseimbangan antara negara dan agama. Prof. Mahfud
MD menjelaskan dalam bukunya bahwa apabila merujuk pada hubungan antara negara
dan agama, Indonesia dengan Sistem Hukum Pancasila yang prismatik bukanlah
negara teokrasi yang menjadikan satu agama sebagai agama resmi, namun bukan
pula negara sekuler yang mengabaikan sepenuhnya agama-agama yang dianut
rakyatnya. Kebebasan beragama merupakan suatu hak asasi yang mutlak yang
dilindungi oleh konstitusi serta tidak boleh dilanggar atau dikurangi oleh
siapapun, termasuk oleh negara. Indonesia tidak mendasarkan diri pada satu
agama tertentu, tetapi juga tidak berarti terlepas sama sekali dari agama dan
kehidupan beragama. Indonesia adalah sebuah religious
nation state (negara kebangsaan yang religius) yang menghormati dan membina
semua agama yang dianut oleh rakyatnya sepanjang berkemanusiaan dan berkeadaban.
Oleh sebab itu, tidak boleh ada kebijakan, apalagi hukum yang diskriminatif
(mengistimewakan yang satu dan merendahkan yang lain), dalam kehidupan beragama
di kalangan rakyat.
Pelayanan negara terhadap para pemeluk agama dalam hal
peribadatan haruslah adil dan tidak memandang besar atau kecilnya jumlah
penganut. Negara harus membina kehidupan beragama warganya tanpa ikut mengatur
cara peribadatannya. Semua warga negara harus mendapat perlindungan untuk
beribadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pada saat yang sama
semua warga negara harus menyadari bahwa memeluk agama itu adalah hak asasi
yang tak boleh diganggu oleh siapapun, sehingga semua pemeluknya harus
menumbuhkan sikap toleransi atau saling menghargai.[1]
Dengan bersandar pada konsep religion nation state tersebut, diketahui bahwa Indonesia merupakan
suatu negara yang sangat toleran dalam kehidupan beragama. Tidak seharusnya
sikap toleran yang telah dibangun sejak Indonesia merdeka harus runtuh hanya
karena ada satu pihak yang memaksakan kehendaknya -karena termakan berita hoax-
untuk menyuperioritaskan satu agama.
Pandai-pandailah menyaring berita agar amarah tak mudah meluap. Cintailah
kedamaian. Apa jadinya negara jika yang ada di antara rakyat hanyalah
kekisruhan? Jangan mau dipecah belah oleh berita picisan yang tak jelas
datanya. Bersatulah di bawah Pancasila. Di bawah 5 sila yang telah menjadi
ideologi negara dan menaungi bangsa dalam kedamaian selama ini.
Sumber: assets-a1.kompasiana.com |
Damailah Indonesia. Damailah Negeriku.
[1]
Moh. Mahfud MD. 2010. Membangun Politik
Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers, halaman 29-30