Translate

Minggu, 05 Juli 2015

Sudah Benar-Benar Diimplementasikankah Konsep Syariah Terhadap Praktek Pelaksanaan Sistem Ekonomi Syariah?

Sistem Ekonomi Syariah
Tiap-tiap kegiatan manusia di dunia tidak bisa terlepas dari kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi telah ada sejak zaman dulu sekali yang bila diulik lebih dalam, akan menyebabkan kita mundur ke abad tertentu. Tak dapat dipungkiri, kegiatan ekonomilah yang menopang dan mencukupi segala kebutuhan manusia. Kegiatan ekonomi dari dulu hingga sekarang tak pernah berhenti dan terus berputar.
Kegiatan ekonomi seperti yang kita ketahui ada beberapa macam jenisnya. Kali ini saya amat tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Sistem Ekonomi Syariah.
Kenapa? Karena menurut saya Sistem Ekonomi Syariah adalah sistem ekonomi yang menarik. Sistem ekonomi tersebut memberikan jaminan kebaikan dunia dan akhirat.
Kebaikan di dunia berupa keuntungan-keuntungan yang bisa secara langsung dirasakan manfaatnya oleh pengguna sistem ekonomi ini seperti peningkatan pemasukan keuangan dan lain sebagainya. Kebaikan di akhirat berupa tabungan menuju syurga karena dengan menjalankan/menaati sistem ekonomi syariah, kita terhindar dari riba.
Nah apa itu riba? Riba adalah  pengambilan tambahan dari harta pokok dengan cara yang tidak dibenarkan. Prinsip riba sendiri pada dasarnya adalah memupuk keuntungan tanpa menghiraukan kepentingan individu lain termasuk masyarakat.
Al-Qur’an dan Hadist dengan tegas melarang praktek riba yang secara harfiah berarti kelebihan atau tambahan terhadap pokok yang dipinjamkan.[1] Beberapa diantaranya adalah:QS. Al-Baqarah: 275, HR. Muslim dan HR. Muttafaqun’alaih, dan lain sebagainya.
QS. Al-Baqarah:275
Al-ladziina ya'kuluunarribaa laa yaquumuuna ilaa kamaa yaquumul-ladzii yatakhabbathuhusy-syaithaanu minal massi dzalika biannahum qaaluuu innamaal bai'u mitslurribaa waahallallahul bai'a waharramarribaa faman jaa-ahu mau'izhatun min rabbihi faantaha falahu maa salafa waamruhu ilallahi waman 'aada fa-uula-ika ashhaabunnaari hum fiihaa khaaliduun(a)
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
مَا فَلَهُ فَانْتَهَى رَبِّهِ مِنْ مَوْعِظَةٌ جَاءَهُ فَمَنْ الرِّبَا
أَصْحَابُ فَأُولَئِكَ عَادَ وَمَنْ للَّهِ إِلَى وَأَمْرُهُ سَلَفَ
خَالِدُونَ فِيهَا هُمْ النَّارِ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya, larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu ,(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." – (QS.2:275)

Selain ayat Al-Qur’an di atas, berikut ini adalah Hadist yang menjelaskan tentang larangan riba:
Rasulullah saw. telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan atau membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya) & juga dua orang saksinya. Dan beliau juga bersabda, ‘Mereka itu sama dalam hal dosanya’.” (HR. Muslim).
Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan diantaranya memakan riba.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dapat dilihat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang dikutip di atas sangat jelas dan tegas dalam melarang riba.[2]

Apabila kita melihat bagaimana berjalannya kegiatan ekonomi konvensional, contohnya pada kegiatan perbankan konvensional, di dalamnya banyak terjadi riba, gharar (samar/ketidakpastian), dan maisir (judi/spekulasi). Jangan bayangkan mengenai dosa karena hanya Allah-lah yang berhak menilai berdosa atau tidakkah seorang hamba.
Bagaimana dengan sistem ekonomi syariah? Berdasarkan 2 pendapat langsung dari dosen saya, yaitu pak Faisal Riza, SH., MH, dan pak Benito Asdhie Kodiyat MS, SH., MH, mereka menilai bahwa Sistem Ekonomi Syariah adalah sistem ekonomi terbaik yang pernah ada.
Oke, tak dapat dipungkiri, hal itu benar adanya secara teori dan saya yakin masih banyak orang lain di luar sana yang berpendapat sama. Akan tetapi, waktu itu saya sempat ragu. Kenapa? Karena saya berpikir "Sistem Ekonomi Syariah secara teori dan konseptual memang adalah sistem ekonomi yang paling sempurna karena berbagai macam keunggulannya seperti mengejar falah, menggunakan konsep kebersamaan, dan lain-lain. Namun, apakah teori itu diimplementasikan dengan baik pula? Apakah prakteknya sesuai dengan apa yang diteorikan? Wallahu a'lam bish-shawab."
Keraguan itu tak pernah saya sampaikan kepada dosen saya karena saya mencoba menggali sendiri apakah memang benar Sistem Ekonomi Syariah ini adalah sistem ekonomi terbaik.
Hingga pada akhirnya saya menemukan jawabannya.
Sistem ekonomi syariah khususnya di Indonesia secara praktek sudah benar-benar diawasi ketat oleh suatu badan yang ada di tiap lembaga keuangan syariah. Namanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). Apabila belajar dari sejarah lembaga keuangan syariah, DPS telah ada sejak Bank Muamalat yaitu Bank Syariah pertama di Indonesia didirikan.

DPS memiliki fungsi antara lain:



Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pegiat ekonomi syariah untuk menerapkan suatu sistem ekonomi berlandaskan Al-Qur'an dan Hadist secara kaffah (total). Bagaimana tidak, DPS benar-benar menjamin bahwa setiap kegiatan ekonomi di lembaga keuangan syariah berjalan pada koridor-koridor yang telah ditetapkan oleh sumber hukum Islam.
Selain itu, pada tahun 1999, dibentuk DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) yang dibawahi langsung oleh MUI yang bertugas untuk mengeluarkan fatwa-fatwa tentang produk lembaga keuangan syariah. Dalam perkembangannya lebih lanjut, DSN-MUI juga diberikan wewenang untuk merekomendasikan orang-orang yang akan duduk sebagai anggota DPS yang ada di setiap lembaga keuangan syariah. Jadi, tiap-tiap orangnya memang benar-benar profesional dan berkompeten dalam bidang ekonomi syariah.

DPS dan DSN senantiasa berinteraksi untuk mewujudkan suatu kesinambungan dan kestabilan pelaksanaan kegiatan ekonomi di lembaga keuangan bersangkutan.
Begini interaksinya:

Keterangan:
1.       Departemen terkait dari pihak lembaga keuangan syariah dapat mengajukan usulan kepada sireksi mengenai suatu produk/jasa/rancangan tertentu.
2.        Kemudian direksi dari lembaga keuangan syariah akan mendiskusikannya.
3.  Selanjutnya antara departemen terkait dan direksi dari lembaga keuangan syariah akan melangsungkan rapat dengan DPS sebagai wakil DSN yang ada di tiap lembaga keuangan syariah.
4.        Hasil rapat akan diajukan kepada BPH-DSN untuk dibahas lebih lanjut.
5.        Kemudian hasil pembahasan BPH-DSN akan diplenokan oleh DSN.
6.    Lalu hasil pleno akan diberikan hingga kepada departemen terkait (poin 8) untuk diimplementasikan dan disosialisasikan.

Perlu digarisbawahi bahwa DPS dan DSN berkewajiban untuk menyampaikan secara berkala bagaimana implementasi aspek-aspek syariah dalam lembaga keuangan. Apakah sudah berjalan baik atau tidak. Apabila tidak, maka laporan tersebut akan sampai ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana OJK berwenang untuk memberikan sanksi kepada lembaga keuangan syariah yang menyimpang dari koridor Islam.
Lihatlah betapa terstrukturnya segala pengawasan kepada lembaga keuangan syariah dalam menjalankan kegiatan ekonominya. Hal tersebut tentunya akan membawa kenyamanan pada setiap nasabah lembaga keuangan syariah karena dengan adanya DPS dan DSN, mereka bisa semakin yakin bahwa kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam lembaga keuangan syariah benar-benar telah sejalan dengan konsep syariah.
Selain itu, tentunya DPS dan DSN ini menepis segala keraguan saya mengenai diimplementasikan atau tidaknya teori pada praktek di lapangan.
Rasanya ada kepuasan tersendiri ketika kita bisa mengkaji dan menjawab sendiri setiap rasa keingintahuan kita. Itulah tujuan Allah SWT menciptakan akal. Agar manusia dapat menggali dan menemukan jawaban atas setiap tanda tanya yang ada di pikirannya maupun di pikiran orang lain.
Maha besar Allah.

Bagi yang tertarik dengan pembahasan lebih lanjut tentang DSN dan DPS, bisa dilihat dan dipelajari melalui slide di bawah ini:

[1] M. A. Fattah Santoso, dkk.. 2008. Studi Islam 3. Cet. 5. Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Bidang Studi Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Surakarta, halaman 216
[2] Mustaq Ahmad. 2001. Etika Bisnis dalam Islam. Cet. 2. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, halaman 130

Jumat, 03 Juli 2015

TUGAS MAKALAH BAGI MAHASISWA, MASLAHAT ATAU MUDHARAT?

Mahasiswa di belahan bumi manapun pasti akan mendapatkan tugas dari dosennya, dan saya sebagai mahasiswa selalu mengganggap bahwa tugas merupakan suatu kewajiban hakiki yang patut dipenuhi. Tentunya setiap universitas menerapkan suatu komponen nilai pada tugas yang telah dibuat mahasiswa. Di kampus saya sendiri, komponen tugas adalah 20% dari keseluruhan nilai. Apabila tugas tidak dilaksanakan, maka komponen tersebut akan lenyap.
Di kampus saya, tugas yang paling sering diberikan adalah tugas makalah. Tugas makalah ada yang diberikan di awal perkuliahan dimulainya semester itu, maupun di saat setelah UTS (Ujian Tengah Semester). Waktu pemberian tugas itu tergantung pada kebijakan dosen yang bersangkutan. Adapun tata cara pemberian tugas makalah lazimnya seperti ini:

1.      Dosen akan membentuk atau memerintahkan mahasiswa untuk membentuk kelompok yang terdiri dari beberapa orang.
Lazimnya, apabila 1 kelompok terdiri dari 5 orang maka yang bekerja di kelompok tersebut adalah 1 orang saja. Jikalau semuanya bekerja maka hal itu dapat dikatakan sebagai mukjizat.

2.      Dosen akan membagi sebuah judul yang akan dijadikan makalah ke tiap-tiap kelompok.

Untuk hal ini, ada banyak variasi cara bagi dosen dalam memberikan judul.
Ada dosen yang memberikan judul yang telah dipelajari saat perkuliahan dengan tujuan mahasiswa dapat mendalami materi dan diharapkan dapat mengembangkan materi sebaik mungkin.
Namun, seringkali dosen memberikan judul makalah yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Hal ini tidak masalah apabila sang dosen telah memberikan dasar-dasar materi dari mata kuliah tersebut. Mirisnya, ada pula yang memberikan judul yang belum pernah dipelajari dan mahasiswa belum pernah sama sekali mendapat dasar dari materi mata kuliah tersebut sehingga yang terjadi adalah mahasiswa akan seperti orang buta yang mencoba “meraba” materi yang berkaitan dengan judul makalah.

3.      Kemudian dosen akan membuat suatu aturan-aturan/batasan-batasan pembuatan makalah, seperti harus berapa halaman, harus berapa buku yang digunakan sebagai sumber dan tentunya menetapkan tanggal pengumpulan makalah kepada dosen.

Naasnya, deadline tanggal pengumpulan mayoritas tugas makalah adalah 1 minggu. Tidak masalah jika hanya satu mata kuliah. Namun, seringkali dalam seminggu perkuliahan ada 4 mata kuliah yang memberikan tugas makalah dengan deadline waktu pengumpulan yang sama. Apabila hal ini terjadi, tentunya mahasiswa akan merasa seperti “diperkosa” oleh tugas-tugas. Apalagi jika mahasiswa yang bersangkutan bekerja sendiri di kelompoknya.

4.      Lalu kebanyakan dosen akan memerintahkan mahasiswanya untuk menge-print makalah yang telah dibuat lalu memfotokopikannya ke tiap-tiap kelompok yang ada dikelas.

Jika 1 kelas ada 12 kelompok, maka minimal tiap-tiap kelompok lain harus mendapat 1 makalah. Belum lagi masing-masing anggota kelompok sendiri yang juga perlu fotokopinya. Ini hanya 1 mata kuliah. Rata-rata tiap semester ada 10 mata kuliah dan minimal 8 dari 10 mata kuliah itu ada tugas makalah. Bayangkan berapa banyak pohon yang telah ditebang hanya untuk perkara fotokopi ini! Tiap semester hanya untuk print makalah (termasuk revisinya) saja, saya menghabiskan 1 rim kertas A4, belum lagi hitung-hitungan kertas yang difotokopi. Pedihnya, tidak semua orang di kelas yang menghargai makalah itu. Beberapa makalah seringkali terlihat berserakan ditinggal di kelas. Bagi saya, hal itu mubazir sekali. Sia-sia kertas yang berisi ilmu itu.

5.      Langkah selanjutnya, dosen akan memerintahkan tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan makalahnya di depan kelas secara bergiliran tiap minggu.
Di tahap presentasi ini, kelompok akan memaparkan secara singkat makalah yang telah mereka buat, ups maksud saya yang dibuat oleh salah satu anggotanya saja. Kemudian akan ada 2 sesi tanya jawab dimana biasanya 1 sesi ada 3 pertanyaan dari audiance yang merupakan kelompok-kelompok lainnya.
Tapi ada pula dosen yang membatasi hanya 1 sesi saja agar beliau dapat menjelaskan secara rinci mengenai judul makalah yang dipresentasikan. Namun sayang, dosen yang seperti ini sangat langka. Tapi ingat, tetap ada loh dosen super seperti ini.
Kebanyakan dosen akan menghabiskan waktu kuliah pada sesi tanya jawab itu. Sehingga mahasiswa harus jeli dalam memahami materi makalah yang dipaparkan dan sekiranya ada hal yang tidak dipahami, maka dia diperkenankan bertanya untuk 1 kali kesempatan saja.
Namun, bagi saya hal tersebut amat sangat tidak efektif karena kita bertanya pada orang yang baru saja mempelajari hal itu. Akan tetapi, tak jarang ada pemakalah yang memang benar-benar paham pada makalah yang disajikannya sehingga ia mampu melahap habis setiap pertanyaan dengan jawaban yang luar biasa. Mahasiswa seperti ini langka juga karena pada dasarnya mayoritas pemakalah sendiri bingung dengan materi dari makalah yang telah dibuatnya sendiri.
Seringkali ketika saya kritis bertanya pada pemakalah, pemakalah malah kelabakan mencari jawabannya. Saya bukan bermaksud mencari kesalahan pemakalah. Saya semata-mata hanya ingin mencari jawaban atas hal yang belum saya ketahui dan semata-mata hanya ingin memuaskan hasrat ingin tau saya. Mayoritas mahasiswa bertanya seadanya sehingga tidak terbuka semua materi yang perlu diketahui.
Pada saat pemakalah kelabakan mencari jawaban, maka pemakalah melemparkannya pada teman-teman kelompok lain atau meminta dosen untuk membantu menjawab pertanyaan.
Kebanyakan dosen akan mengambil alih diskusi dan menjawab pertanyaan, namun tak jarang ada dosen yang ngotot meminta teman-teman kelompok lain untuk menjawabnya. Alasannya klasik: agar tiap orang di kelas berani beropini sehingga bisa paham pada materi yang dipresentasikan.

Kebanyakan dosen setelah presentasi selesai akan mengulas kembali tiap pertanyaan yang dilontarkan audiance dan meluruskan jawaban dari pemakalah apabila salah. Lalu adapula dosen yang mengulas tuntas materi dari makalah berdasarkan bahasanya sendiri dan tidak terpaku pada makalah meskipun tetap mengapresiasi makalah (ini dosen yang saya suka karena tak dapat dipungkiri masih banyak makalah yang “awut-awutan” sehingga memang sangat dibutuhkan penjelasan dari dosen mengenai materi tersebut dari awal hingga akhir).
Tapi ada beberapa dosen yang bahkan tidak sempat menjelaskan materi ataupun meluruskan jawaban karena waktu kuliah telah habis termakan oleh pertanyaan (yang kebanyakan sia-sia) dari audiance. Jika sudah seperti ini, mahasiswa hanya melempem membayangkan materi kuliah yang belum “dikupas” tadi akan dimasukkan dalam soal ujian. Mayoritas dosen sulit ditemui diluar untuk diajak berdiskusi. Untungnya saya kenal seorang dosen serba bisa yang asyik diajak berdiskusi mengenai segala hal kapanpun saya mau. Hal tersebut tentunya sangat menolong. Selain itu, agar memahami materi secara mendalam, mahasiswa dituntut untuk senantiasa membaca buku.
Makalah-makalah tersebut biasanya akan selalu dijadikan bahan yang akan diujiankan. Tentu tak masalah bagi mahasiswa yang rajin membaca dan berdiskusi, tapi kebanyakan teman saya mengaku tidak paham pada materi-materi yang dipresentasikan sehingga bisa ditebak bagaimana bingungnya mereka dikala ujian tiba.
Begitu banyaknya kemudharatan tugas makalah bagi saya dan juga teman-teman saya. Akan tetapi, tentunya setiap hal di dunia ini pastinya diciptakan berpasang-pasangan. Begitu juga mudharat, jika ada mudharat pasti ada maslahatnya pula. Dan menurut saya, kemaslahatan tugas makalah ini adalah membuat saya semakin mahir untuk membuat makalah yang benar teknik penulisannya sehingga ini tentunya akan membantu saya nanti ketika akan menyusun skripsi. Oh iya, satu hal lagi. Makalah ini sedikit-banyak melatih saya untuk semakin mahir berbicara di depan umum karena tak dapat dipungkiri kemampuan berbicara yang baik memang diperlukan di bidang saya kelak. Tetapi, kemampuan berbicara tidak hanya bisa ditingkatkan melalui presentasi tugas makalah saja, kan? Banyak jalan menuju Roma, kawan.
Saya kira itu saja sih maslahatnya. Tentu tak sebanding kan dengan begitu banyaknya mudharat yang ditimbulkan tugas makalah ini. Jadi, menurut saya untuk mengefektifkan proses perkuliahan, perlu diciptakan suatu tugas dengan sistem baru sehingga tidak menimbulkan banyak kemudharatan seperti tugas makalah ini.

Oke, itulah tipe tugas di kampus saya. Bagaimana di kampus kalian?