Translate

Senin, 23 Januari 2017

Antara Hoax, Pancasila, dan Konsep Religion Nation State

Sumber: http://www.cryptonews.biz
Belakangan ini, kondisi perpolitikan di Indonesia menjadi lebih panas dari biasanya. Kondisi politik yang sedemikian panas itu sedikit banyak memberi pengaruh untuk menimbulkan polemik-polemik sosial dalam kehidupan bermasyarakat yang menyebabkan seseorang seketika dapat menjelma menjadi seorang ahli hukum, ahli politik, bahkan ahli agama, meskipun tanpa latar pendidikan yang sejalur dengan apa yang digembar-gemborkan dalam opininya di media sosial. Sebenarnya beropini sama sekali tak salah. Yang salah itu justru ketika kita beropini tanpa dasar dan data yang konkrit, bahkan yang lebih berbahaya bukan hanya tanpa dasar dan data, akan tetapi malah memutarbalikkan fakta dan data yang valid. Tentunya opini tersebut akan merugikan banyak pihak yang terseret dalam opini dengan data hoax itu. Sehingga disini yang paling besar memikul tanggung jawab tersebarnya opini yang salah jalur adalah sang empunya si berita hoax.
Sumber: www.vmlearning.com.au
Ridwal Kamil atau yang akrab disapa Kang Emil melalui akun media sosialnya memaparkan bahwa diketahui selama 2016, tersebar 2700an berita hoax. Berita-berita hoax banyak bergentayangan di media sosial dan cenderung memperkeruh kondisi sosial politik di Indonesia. Masyarakat yang kurang teliti tentunya akan dengan mudah terpengaruh oleh berita hoax yang datanya mungkin diperoleh dari negeri paralel.
Berdasarkan survei pribadi di jejaring facebook, twitter, dan instagram, berita hoax banyak menyinggung tentang politik serta satu hal lain yang cukup sensitif, yaitu agama. Topik mengenai agama sering dijadikan sasaran empuk untuk dipelintir oleh segelintir orang yang usil untuk membuat orang lain yang percaya akan berita tersebut menjadi panas sehingga memicu percikan api amarah di pikiran seseorang. Konon lagi ketika topik agama dicampurbaurkan dengan politik dalam suatu berita hoax? It will lit the fire up and burn everything!
Sumber: cdn.sailingscuttlebutt.com
Berita-berita hoax yang topiknya menyinggung agama dan politik yang selalu bikin mata, telinga, dan kepala panas ternyata mampu secara masif mengusik damai dan indahnya kehidupan di Indonesia. Perseteruan antar pribadi yang sepele kini mampu menjadi perseteruan antar kelompok, bahkan golongan. Perseteruan tersebut bahkan mampu menimbulkan konflik-konflik horizontal di masyarakat. Topik agama yang awalnya hanya dijadikan kail untuk memancing pikiran untuk panas mulai dibawa-bawa. Media sosial pun mendadak menjadi panggung bagi pihak-pihak yang ingin berdebat kusir mengadu argumen-argumen yang dianggap paling sempurna sehingga tidak memungkinkan bagi siapapun untuk mematahkan teori nyablak dalam argumennya.

Pancasila sebagai ideologi negara lambat laun juga mulai diseret untuk ikut serta dalam perdebatan tiada berujung antar golongan yang satu dengan golongan yang lain. Ada pihak yang mempertanyakan keabsahan Pancasila dalam kehidupan bernegara, ada pula pihak yang tetap condong pada paham Pancasilaisme. Sebenarnya saya sendiri lebih condong untuk tetap bersatu teguh di bawah sebuah naungan negara yang berideologi Pancasila. SBY sendiri pernah menyebutkan suatu pernyataan dalam seminar  yang berjudul “Memaknai 70 tahun Kemerdekaan RI” di Balai Sidang Universitas Indonesia pada tanggal 20 Agustus 2015, bahwa Pancasila merupakan ideologi terbaik di dunia (Sumber: click this hyperlink). Senada dengan hal tersebut, akademisi UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Murodi menilai Pancasila merupakan ideologi terbaik bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya, juga agama (Sumber: click this hyperlink).
Sumber: www.gurupendidikan.com
Pancasila sendiri dapat dimaknai sebagai suatu ikatan hukum prismatik yang mengambil berbagai kebaikan dari nilai kepentingan, nilai sosial, dan konsep keadilan serta menghubungkannya dalam suatu hubungan keseimbangan, yaitu salah satunya hubungan keseimbangan yang terkait dengan masalah agama, yang sempat kita bahas di paragraf sebelumnya. Sehingga hubungan keseimbangan yang menjadi concern pembahasan kali ini adalah keseimbangan antara negara dan agama. Prof. Mahfud MD menjelaskan dalam bukunya bahwa apabila merujuk pada hubungan antara negara dan agama, Indonesia dengan Sistem Hukum Pancasila yang prismatik bukanlah negara teokrasi yang menjadikan satu agama sebagai agama resmi, namun bukan pula negara sekuler yang mengabaikan sepenuhnya agama-agama yang dianut rakyatnya. Kebebasan beragama merupakan suatu hak asasi yang mutlak yang dilindungi oleh konstitusi serta tidak boleh dilanggar atau dikurangi oleh siapapun, termasuk oleh negara. Indonesia tidak mendasarkan diri pada satu agama tertentu, tetapi juga tidak berarti terlepas sama sekali dari agama dan kehidupan beragama. Indonesia adalah sebuah religious nation state (negara kebangsaan yang religius) yang menghormati dan membina semua agama yang dianut oleh rakyatnya sepanjang berkemanusiaan dan berkeadaban. Oleh sebab itu, tidak boleh ada kebijakan, apalagi hukum yang diskriminatif (mengistimewakan yang satu dan merendahkan yang lain), dalam kehidupan beragama di kalangan rakyat.
Pelayanan negara terhadap para pemeluk agama dalam hal peribadatan haruslah adil dan tidak memandang besar atau kecilnya jumlah penganut. Negara harus membina kehidupan beragama warganya tanpa ikut mengatur cara peribadatannya. Semua warga negara harus mendapat perlindungan untuk beribadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pada saat yang sama semua warga negara harus menyadari bahwa memeluk agama itu adalah hak asasi yang tak boleh diganggu oleh siapapun, sehingga semua pemeluknya harus menumbuhkan sikap toleransi atau saling menghargai.[1]
Dengan bersandar pada konsep religion nation state tersebut, diketahui bahwa Indonesia merupakan suatu negara yang sangat toleran dalam kehidupan beragama. Tidak seharusnya sikap toleran yang telah dibangun sejak Indonesia merdeka harus runtuh hanya karena ada satu pihak yang memaksakan kehendaknya -karena termakan berita hoax- untuk menyuperioritaskan  satu agama. Pandai-pandailah menyaring berita agar amarah tak mudah meluap. Cintailah kedamaian. Apa jadinya negara jika yang ada di antara rakyat hanyalah kekisruhan? Jangan mau dipecah belah oleh berita picisan yang tak jelas datanya. Bersatulah di bawah Pancasila. Di bawah 5 sila yang telah menjadi ideologi negara dan menaungi bangsa dalam kedamaian selama ini.
Sumber: assets-a1.kompasiana.com
Damailah Indonesia. Damailah Negeriku.





[1] Moh. Mahfud MD. 2010. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers, halaman 29-30

Jumat, 06 Januari 2017

What Is The Meaning of A True Friendship?

W
Source: norahcolvin.files.wordpress.com
ell, I can simply explain that a friendship is such a complex relation between you and somebody else, no matter boy or girl. Why do I use “complex” word there? Because actually, a friendship is quite hard to explain. A friendship always including you and your friend, and a word called “friend” here is the most complex thing to describe.
I already lived for 21 years and for sure I already know who the hell a friend is. There is some kind of friend that I know. Even it’s hard to describe, well.. I’ll try. Here they are:
1.       A genuine friend
This type of friend is hard to find, but you possibly have one or more in your life, because I believe that God must be created some kind of this guy, even if it’s so limited. A genuine friend is the one who being your friend for no reason except he/she likes you. A genuine friend hopes nothing for you. He/she made a friendship with you without thinking for any benefit that he/she can take from you. A genuine friend doesn't always support you because when he/she realize that you make a mistake, he/she will revive you. He/she doesn’t choose to always support you because he/she wants to build “a good guy” character inside you. A genuine friend is the one who laughs with you genuinely, and obviously without any fake laugh. A genuine friend always makes you comfortable for telling any kind of your story, secret. He/she even will make you like to talking about shit with him/her. A genuine friend will never stab you on your back. A genuine friend is the one and only guy that you can trust. A genuine friend can simply describe as a true friend.
Source: stgabrielsns.ie
2.       An exploiter friend
This type of friend is such an a**h*le guy. An exploiter friend acts nicely in front of you if he/she needs your help, but he/she never really wants to be your friend if you don’t give any benefit for him/her. I think there are a billion people like this. And you know what? I know exactly who the hell is acting nicely to me just because he/she needs me. I have your name on my list, though. Maybe I never act something to show that I know you’re an exploiter friend. I kept being nice to you but don’t you realize that I always stay away from you? Haha.. Now you know that I know what happened for all this time.
Source: schoolatoz.nsw.edu.au
3.       A madafaka (Indonesian style of m*****f*****) friend
I don’t want to tell you a lot about this type of friend. This type of friend is the one who always hates you secretly but acts nice in front of you. This type of friend always makes a rumor about you that seriously will pissing you off. I know who the hell is act like this too. So just f*** off and stop giving me a fake smile.
Source: proteus500.files.wordpress.com
4.       A common friend
This type of friend is the guy who not knowing you a lot. You and this kind of friend only say hi when you two were met. You don’t even know whether he/she is really your friend or just a people you used to talk before.
Source: lewamack.com
I’m sure that you guys have that 4 type of friend that I mention above and maybe you have more than 4 type of friend. If it’s true just let me know *blink*.

Jumat, 23 Desember 2016

Kenapa Setya Novanto Bisa Menjabat Lagi Menjadi Ketua DPR?

P

Sumber gambar: tempo.co
astinya kamu-kamu ini udah tau dong kalau tanggal 30 November 2016 lalu Setya Novanto resmi kembali menjabat sebagai ketua DPR. Loh kenapa bisa ya? Padahal kasusnya kan masih diproses secara hukum di Kejaksaan. Nah, sebenarnya analisis mengenai hal ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Politik Hukum di kampus yang diberikan sekitar 2 minggu yang lalu oleh dosen andalan kelas VII/F-2 HTN, yaitu Pak Irwansyah, S.HI., MH.
     Saya sebenarnya sudah menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Akan tetapi, berhubung karena memang kelas HTN ini warbiyasak dan pemberi tugas lupa, tugas ini pun tak jadi dikumpul. Saya paham betul kalau saya mengingatkan ada tugas, saya mungkin akan dibakar hidup-hidup oleh teman sekelas saya wkwk. Membayangkan kemungkinan dibakarnya saya, mendadak saya menghayati makna kalimat “silence is gold” dan merasa bahwa saya perlu menerapkannya pada saat itu. Saya pun akhirnya tidak mengingatkan sang dosen. Ampuni saya ya pak L. Saya cuma gak mau babak belur dihajar massa.

Hmm.. Daripada analisis yang udah saya bikin sia-sia, mending di-share di sini aja deh ya...
Sumber gambar: pojoksulsel.com
Rasanya masih belum berlalu lama ketika Setya Novanto, ketua DPR terpilih untuk Periode 2014-2019, memutuskan untuk mengundurkan diri setelah ia terlibat dalam kasus pencatutan nama Presiden saat meminta saham pada PT. Freeport (dikenal dengan kasus “Papa Minta Saham”) Pengunduran diri Setya Novanto menyebabkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang pada saat itu tengah menyidangkan kasus tersebut mengeluarkan putusan sebagai berikut:

1.  Sidang MKD atas pengaduan Sudirman Said terhadap Setya Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik dinyatakan ditutup karena DPR telah menerima surat pengunduran diri Setya Novanto.
2.     Terhitung sejak tanggal 16 Desember 2015, Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR.
Dasar hukum yang menjadi dasar penutupan sidang adalah Pasal 9 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD yang berbunyi:
“Pengaduan pelanggaran terhadap anggota tidak dapat diproses jika Teradu meninggal dunia, telah mengundurkan diri, atau telah ditarik keanggotaannya oleh partai politik."
Atas segala permasalahan yang menimpa Setya Novanto, Setya Novanto mengajukan judicial review tentang penyadapan. Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 20/PUU-XIII/2015 yang pada intinya menyatakan bahwa setiap alat bukti elektronik yang menjadi alat bukti di pengadilan haruslah dipandang konstitusional apabila atas permintaan penegak hukum, karena jika tidak seperti itu akan bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 tentang privasi.
Dalam hal ini penyadapan tanpa perintah penegak hukum dinyatakan tidak sah menurut hukum, sehingga oleh karena Ma’roef Sjamsuddin (Dirut PT. Freeport) saat itu merekam pembicaraan secara diam-diam, maka alat bukti tersebut dipandang tidak sah, sehingga membawa efek domino yang menyebabkan tidak dapat dilanjutkannya kasus Setya Novanto ke Kejaksaan karena alat buktinya tidak sah.
Selanjutnya Setya Novanto juga melakukan judicial review tentang frasa “permufakatan jahat” yang ada di Pasal 15 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Setya Novanto berpandangan bahwa “permufakatan jahat” dalam UU Tipikor bersifat multitafsir karena merujuk pada “permufakatan jahat” pada Pasal 88 KUHP. Hal ini dipandang bertentangan dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 terkait dengan hak atas jaminan perlindungan diri, karena seseorang dianggap rentan untuk dipolisikan karena tidak ada kejelasan penafsiran itu.
Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi memutus bahwa frasa “permufakatan jahat” bertentangan dengan UUD sepanjang tidak dimaknai “permufakatan jahat adalah bila 2 orang atau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana.”, karena dalam melakukan tindak pidana korupsi, perlu kualitas yaitu suatu kondisi dimana seseorang memang mampu melakukan tindak pidana korupsi.
Setya Novanto dianggap tidak memenuhi kualifikasi “kualitas” karena dipandang tidak mempunyai wewenang memperpanjang kontrak PT. Freeport. Sehingga atas kasus Papa Minta Saham, unsur permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepada Setya Novanto menjadi obscuur libel (kabur).
Atas kedua putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang telah dijabarkan di atas, proses atas kasus Setya Novanto pun berhenti karena alat bukti rekaman dianggap tidak sah serta unsur permufakatan jahat tidak terlihat. Kedua putusan Mahkamah Konstitusi ini pula yang menjadi dasar bagi Setya Novanto untuk mengajukan upaya rehabilitasi (pemulihan nama baik) pada MKD, sehingga pada akhirnya dalam rapat pleno atas upaya rehabilitasi tersebut, pada tanggal 27 September 2016, MKD DPR memulihkan nama baik Setya Novanto. Sehingga hal ini menjadi celah bagi Setya Novanto untuk dapat kembali menjadi Ketua DPR.
ANALISIS PERGANTIAN PIMPINAN DPR DARI ADE KOMARUDIN MENJADI SETYA NOVANTO
Terkait dengan pemilihan pimpinan DPR sendiri, hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 84 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 jo. Pasal 28 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, dimana diatur mekanisme pemilihan pimpinan DPR yaitu sebagai berikut:
1.       Masing-masing fraksi mengusulkan 1 bakal calon pimpinan.
2.      Pimpinan DPR selanjutnya dipilih dengan cara musyawarah mufakat.
Sehingga atas mekanisme tersebut, terpilih seorang kader Golkar bernama Setya Novanto sehingga ia menjadi Ketua DPR hingga akhirnya ia mengundurkan diri karena serangkaian kasus yang telah dijelaskan dalam pendahuluan. Setya Novanto kemudian digantikan oleh Ade Komarudin.
Fraksi Golkar mengajukan kembali nama Setya Novanto menjadi Ketua DPR karena berlindung di balik ketentuan Pasal 35 Peraturan Tata Tertib DPR yang menyatakan bahwa dalam hal pimpinan DPR tidak terbukti melakukan tindak pidana, maka pimpinan DPR yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR. Pasal ini menjadi alasan pembenar bagi Partai Golkar untuk mengembalikan Setya Novanto pada singgasana awalnya sebagai Ketua DPR.
Ahli hukum pidana dari UII Yogyakarta, yaitu Mudzakkir, menyatakan bahwa mustahil Kejagung dapat melanjutkan kasus Setya Novanto karena bukti yang dimiliki Kejagung nihil, dan berdasarkan Putusan MK No. 21/PUU-XIV/2016, unsur permufakatan jahat tidak terpenuhi. Prof. Andi Hamzah juga berpendapat bahwa jika dijerat dengan pasal permufakatan jahat, malah jadi tidak terpenuhi unsurnya. Jadi, karena memang kasus Setya Novanto diam di tempat maka Setya Novanto dianggap DPR tidak terbukti melakukan tindak pidana dan dapat kembali menjadi ketua DPR.
Akan tetapi, untuk mengembalikan Setya Novanto sebagai ketua DPR, Fraksi Golkar harus mengikuti aturan main yang ada dalam Pasal 34 Peraturan Tata Tertib DPR yang menyatakan bahwa Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan. Oleh karena itu, Fraksi Golkar meminta Ade Komarudin untuk mengundurkan diri, sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 46 Peraturan Tata Tertib DPR, partai politik yang bersangkutan (yaitu Golkar) dapat mengajukan nama untuk mengganti pimpinan DPR (dalam hal ini yang diajukan adalah Setya Novanto). Pengajuan nama Setya Novanto dilakukan oleh Aburizal Bakrie selaku Ketua Dewan Pimpinan Partai Golkar untuk memenuhi ketentuan Pasal 25 AD/ART Partai Golkar pada KEPUTUSAN NOMOR: VI/MUNASLUB/GOLKAR/2016 yang menyatakan bahwa Dewan Pembina berwenang menentukan kebijakan stretegis (salah satunya untuk menentukan pimpinan lembaga negara). Dengan semua taktik politik tadi, tanggal 30 November 2016 pada akhirnya Setya Novanto pun resmi kembali menjabat menjadi Ketua DPR.
Menurut Refly Harun selaku pakar hukum tata negara, Setya Novanto dari segi etika dan kepantasan seharusnya tidak dapat diajukan lagi menjadi Ketua DPR, karena secara riil Setya Novanto telah melanggar kode etik. Setya Novanto bisa kembali menjabat karena adanya permainan politik yang rapi dan apik dengan memanfaatkan celah hukum yang ada (yaitu Pasal 35 Peraturan Tatib DPR).


Jadi, sebenarnya apakah ada supremasi politik di atas supremasi hukum? Tidak. Tidak ada supremasi politik yang mampu mengalahkan supremasi hukum jika dikaji dari konsep negara hukum. Hanya saja dalam kasus ini, politik mampu bergerak lebih gesit dan licin sehingga menimbulkan interpretasi seolah supremasi politik kedudukannya jauh di atas supremasi hukum.

Minggu, 05 Juli 2015

Sudah Benar-Benar Diimplementasikankah Konsep Syariah Terhadap Praktek Pelaksanaan Sistem Ekonomi Syariah?

Sistem Ekonomi Syariah
Tiap-tiap kegiatan manusia di dunia tidak bisa terlepas dari kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi telah ada sejak zaman dulu sekali yang bila diulik lebih dalam, akan menyebabkan kita mundur ke abad tertentu. Tak dapat dipungkiri, kegiatan ekonomilah yang menopang dan mencukupi segala kebutuhan manusia. Kegiatan ekonomi dari dulu hingga sekarang tak pernah berhenti dan terus berputar.
Kegiatan ekonomi seperti yang kita ketahui ada beberapa macam jenisnya. Kali ini saya amat tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Sistem Ekonomi Syariah.
Kenapa? Karena menurut saya Sistem Ekonomi Syariah adalah sistem ekonomi yang menarik. Sistem ekonomi tersebut memberikan jaminan kebaikan dunia dan akhirat.
Kebaikan di dunia berupa keuntungan-keuntungan yang bisa secara langsung dirasakan manfaatnya oleh pengguna sistem ekonomi ini seperti peningkatan pemasukan keuangan dan lain sebagainya. Kebaikan di akhirat berupa tabungan menuju syurga karena dengan menjalankan/menaati sistem ekonomi syariah, kita terhindar dari riba.
Nah apa itu riba? Riba adalah  pengambilan tambahan dari harta pokok dengan cara yang tidak dibenarkan. Prinsip riba sendiri pada dasarnya adalah memupuk keuntungan tanpa menghiraukan kepentingan individu lain termasuk masyarakat.
Al-Qur’an dan Hadist dengan tegas melarang praktek riba yang secara harfiah berarti kelebihan atau tambahan terhadap pokok yang dipinjamkan.[1] Beberapa diantaranya adalah:QS. Al-Baqarah: 275, HR. Muslim dan HR. Muttafaqun’alaih, dan lain sebagainya.
QS. Al-Baqarah:275
Al-ladziina ya'kuluunarribaa laa yaquumuuna ilaa kamaa yaquumul-ladzii yatakhabbathuhusy-syaithaanu minal massi dzalika biannahum qaaluuu innamaal bai'u mitslurribaa waahallallahul bai'a waharramarribaa faman jaa-ahu mau'izhatun min rabbihi faantaha falahu maa salafa waamruhu ilallahi waman 'aada fa-uula-ika ashhaabunnaari hum fiihaa khaaliduun(a)
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
مَا فَلَهُ فَانْتَهَى رَبِّهِ مِنْ مَوْعِظَةٌ جَاءَهُ فَمَنْ الرِّبَا
أَصْحَابُ فَأُولَئِكَ عَادَ وَمَنْ للَّهِ إِلَى وَأَمْرُهُ سَلَفَ
خَالِدُونَ فِيهَا هُمْ النَّارِ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya, larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu ,(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." – (QS.2:275)

Selain ayat Al-Qur’an di atas, berikut ini adalah Hadist yang menjelaskan tentang larangan riba:
Rasulullah saw. telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan atau membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya) & juga dua orang saksinya. Dan beliau juga bersabda, ‘Mereka itu sama dalam hal dosanya’.” (HR. Muslim).
Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan diantaranya memakan riba.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dapat dilihat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist yang dikutip di atas sangat jelas dan tegas dalam melarang riba.[2]

Apabila kita melihat bagaimana berjalannya kegiatan ekonomi konvensional, contohnya pada kegiatan perbankan konvensional, di dalamnya banyak terjadi riba, gharar (samar/ketidakpastian), dan maisir (judi/spekulasi). Jangan bayangkan mengenai dosa karena hanya Allah-lah yang berhak menilai berdosa atau tidakkah seorang hamba.
Bagaimana dengan sistem ekonomi syariah? Berdasarkan 2 pendapat langsung dari dosen saya, yaitu pak Faisal Riza, SH., MH, dan pak Benito Asdhie Kodiyat MS, SH., MH, mereka menilai bahwa Sistem Ekonomi Syariah adalah sistem ekonomi terbaik yang pernah ada.
Oke, tak dapat dipungkiri, hal itu benar adanya secara teori dan saya yakin masih banyak orang lain di luar sana yang berpendapat sama. Akan tetapi, waktu itu saya sempat ragu. Kenapa? Karena saya berpikir "Sistem Ekonomi Syariah secara teori dan konseptual memang adalah sistem ekonomi yang paling sempurna karena berbagai macam keunggulannya seperti mengejar falah, menggunakan konsep kebersamaan, dan lain-lain. Namun, apakah teori itu diimplementasikan dengan baik pula? Apakah prakteknya sesuai dengan apa yang diteorikan? Wallahu a'lam bish-shawab."
Keraguan itu tak pernah saya sampaikan kepada dosen saya karena saya mencoba menggali sendiri apakah memang benar Sistem Ekonomi Syariah ini adalah sistem ekonomi terbaik.
Hingga pada akhirnya saya menemukan jawabannya.
Sistem ekonomi syariah khususnya di Indonesia secara praktek sudah benar-benar diawasi ketat oleh suatu badan yang ada di tiap lembaga keuangan syariah. Namanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). Apabila belajar dari sejarah lembaga keuangan syariah, DPS telah ada sejak Bank Muamalat yaitu Bank Syariah pertama di Indonesia didirikan.

DPS memiliki fungsi antara lain:



Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pegiat ekonomi syariah untuk menerapkan suatu sistem ekonomi berlandaskan Al-Qur'an dan Hadist secara kaffah (total). Bagaimana tidak, DPS benar-benar menjamin bahwa setiap kegiatan ekonomi di lembaga keuangan syariah berjalan pada koridor-koridor yang telah ditetapkan oleh sumber hukum Islam.
Selain itu, pada tahun 1999, dibentuk DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) yang dibawahi langsung oleh MUI yang bertugas untuk mengeluarkan fatwa-fatwa tentang produk lembaga keuangan syariah. Dalam perkembangannya lebih lanjut, DSN-MUI juga diberikan wewenang untuk merekomendasikan orang-orang yang akan duduk sebagai anggota DPS yang ada di setiap lembaga keuangan syariah. Jadi, tiap-tiap orangnya memang benar-benar profesional dan berkompeten dalam bidang ekonomi syariah.

DPS dan DSN senantiasa berinteraksi untuk mewujudkan suatu kesinambungan dan kestabilan pelaksanaan kegiatan ekonomi di lembaga keuangan bersangkutan.
Begini interaksinya:

Keterangan:
1.       Departemen terkait dari pihak lembaga keuangan syariah dapat mengajukan usulan kepada sireksi mengenai suatu produk/jasa/rancangan tertentu.
2.        Kemudian direksi dari lembaga keuangan syariah akan mendiskusikannya.
3.  Selanjutnya antara departemen terkait dan direksi dari lembaga keuangan syariah akan melangsungkan rapat dengan DPS sebagai wakil DSN yang ada di tiap lembaga keuangan syariah.
4.        Hasil rapat akan diajukan kepada BPH-DSN untuk dibahas lebih lanjut.
5.        Kemudian hasil pembahasan BPH-DSN akan diplenokan oleh DSN.
6.    Lalu hasil pleno akan diberikan hingga kepada departemen terkait (poin 8) untuk diimplementasikan dan disosialisasikan.

Perlu digarisbawahi bahwa DPS dan DSN berkewajiban untuk menyampaikan secara berkala bagaimana implementasi aspek-aspek syariah dalam lembaga keuangan. Apakah sudah berjalan baik atau tidak. Apabila tidak, maka laporan tersebut akan sampai ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana OJK berwenang untuk memberikan sanksi kepada lembaga keuangan syariah yang menyimpang dari koridor Islam.
Lihatlah betapa terstrukturnya segala pengawasan kepada lembaga keuangan syariah dalam menjalankan kegiatan ekonominya. Hal tersebut tentunya akan membawa kenyamanan pada setiap nasabah lembaga keuangan syariah karena dengan adanya DPS dan DSN, mereka bisa semakin yakin bahwa kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam lembaga keuangan syariah benar-benar telah sejalan dengan konsep syariah.
Selain itu, tentunya DPS dan DSN ini menepis segala keraguan saya mengenai diimplementasikan atau tidaknya teori pada praktek di lapangan.
Rasanya ada kepuasan tersendiri ketika kita bisa mengkaji dan menjawab sendiri setiap rasa keingintahuan kita. Itulah tujuan Allah SWT menciptakan akal. Agar manusia dapat menggali dan menemukan jawaban atas setiap tanda tanya yang ada di pikirannya maupun di pikiran orang lain.
Maha besar Allah.

Bagi yang tertarik dengan pembahasan lebih lanjut tentang DSN dan DPS, bisa dilihat dan dipelajari melalui slide di bawah ini:

[1] M. A. Fattah Santoso, dkk.. 2008. Studi Islam 3. Cet. 5. Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Bidang Studi Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Surakarta, halaman 216
[2] Mustaq Ahmad. 2001. Etika Bisnis dalam Islam. Cet. 2. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, halaman 130

Jumat, 03 Juli 2015

TUGAS MAKALAH BAGI MAHASISWA, MASLAHAT ATAU MUDHARAT?

Mahasiswa di belahan bumi manapun pasti akan mendapatkan tugas dari dosennya, dan saya sebagai mahasiswa selalu mengganggap bahwa tugas merupakan suatu kewajiban hakiki yang patut dipenuhi. Tentunya setiap universitas menerapkan suatu komponen nilai pada tugas yang telah dibuat mahasiswa. Di kampus saya sendiri, komponen tugas adalah 20% dari keseluruhan nilai. Apabila tugas tidak dilaksanakan, maka komponen tersebut akan lenyap.
Di kampus saya, tugas yang paling sering diberikan adalah tugas makalah. Tugas makalah ada yang diberikan di awal perkuliahan dimulainya semester itu, maupun di saat setelah UTS (Ujian Tengah Semester). Waktu pemberian tugas itu tergantung pada kebijakan dosen yang bersangkutan. Adapun tata cara pemberian tugas makalah lazimnya seperti ini:

1.      Dosen akan membentuk atau memerintahkan mahasiswa untuk membentuk kelompok yang terdiri dari beberapa orang.
Lazimnya, apabila 1 kelompok terdiri dari 5 orang maka yang bekerja di kelompok tersebut adalah 1 orang saja. Jikalau semuanya bekerja maka hal itu dapat dikatakan sebagai mukjizat.

2.      Dosen akan membagi sebuah judul yang akan dijadikan makalah ke tiap-tiap kelompok.

Untuk hal ini, ada banyak variasi cara bagi dosen dalam memberikan judul.
Ada dosen yang memberikan judul yang telah dipelajari saat perkuliahan dengan tujuan mahasiswa dapat mendalami materi dan diharapkan dapat mengembangkan materi sebaik mungkin.
Namun, seringkali dosen memberikan judul makalah yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Hal ini tidak masalah apabila sang dosen telah memberikan dasar-dasar materi dari mata kuliah tersebut. Mirisnya, ada pula yang memberikan judul yang belum pernah dipelajari dan mahasiswa belum pernah sama sekali mendapat dasar dari materi mata kuliah tersebut sehingga yang terjadi adalah mahasiswa akan seperti orang buta yang mencoba “meraba” materi yang berkaitan dengan judul makalah.

3.      Kemudian dosen akan membuat suatu aturan-aturan/batasan-batasan pembuatan makalah, seperti harus berapa halaman, harus berapa buku yang digunakan sebagai sumber dan tentunya menetapkan tanggal pengumpulan makalah kepada dosen.

Naasnya, deadline tanggal pengumpulan mayoritas tugas makalah adalah 1 minggu. Tidak masalah jika hanya satu mata kuliah. Namun, seringkali dalam seminggu perkuliahan ada 4 mata kuliah yang memberikan tugas makalah dengan deadline waktu pengumpulan yang sama. Apabila hal ini terjadi, tentunya mahasiswa akan merasa seperti “diperkosa” oleh tugas-tugas. Apalagi jika mahasiswa yang bersangkutan bekerja sendiri di kelompoknya.

4.      Lalu kebanyakan dosen akan memerintahkan mahasiswanya untuk menge-print makalah yang telah dibuat lalu memfotokopikannya ke tiap-tiap kelompok yang ada dikelas.

Jika 1 kelas ada 12 kelompok, maka minimal tiap-tiap kelompok lain harus mendapat 1 makalah. Belum lagi masing-masing anggota kelompok sendiri yang juga perlu fotokopinya. Ini hanya 1 mata kuliah. Rata-rata tiap semester ada 10 mata kuliah dan minimal 8 dari 10 mata kuliah itu ada tugas makalah. Bayangkan berapa banyak pohon yang telah ditebang hanya untuk perkara fotokopi ini! Tiap semester hanya untuk print makalah (termasuk revisinya) saja, saya menghabiskan 1 rim kertas A4, belum lagi hitung-hitungan kertas yang difotokopi. Pedihnya, tidak semua orang di kelas yang menghargai makalah itu. Beberapa makalah seringkali terlihat berserakan ditinggal di kelas. Bagi saya, hal itu mubazir sekali. Sia-sia kertas yang berisi ilmu itu.

5.      Langkah selanjutnya, dosen akan memerintahkan tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan makalahnya di depan kelas secara bergiliran tiap minggu.
Di tahap presentasi ini, kelompok akan memaparkan secara singkat makalah yang telah mereka buat, ups maksud saya yang dibuat oleh salah satu anggotanya saja. Kemudian akan ada 2 sesi tanya jawab dimana biasanya 1 sesi ada 3 pertanyaan dari audiance yang merupakan kelompok-kelompok lainnya.
Tapi ada pula dosen yang membatasi hanya 1 sesi saja agar beliau dapat menjelaskan secara rinci mengenai judul makalah yang dipresentasikan. Namun sayang, dosen yang seperti ini sangat langka. Tapi ingat, tetap ada loh dosen super seperti ini.
Kebanyakan dosen akan menghabiskan waktu kuliah pada sesi tanya jawab itu. Sehingga mahasiswa harus jeli dalam memahami materi makalah yang dipaparkan dan sekiranya ada hal yang tidak dipahami, maka dia diperkenankan bertanya untuk 1 kali kesempatan saja.
Namun, bagi saya hal tersebut amat sangat tidak efektif karena kita bertanya pada orang yang baru saja mempelajari hal itu. Akan tetapi, tak jarang ada pemakalah yang memang benar-benar paham pada makalah yang disajikannya sehingga ia mampu melahap habis setiap pertanyaan dengan jawaban yang luar biasa. Mahasiswa seperti ini langka juga karena pada dasarnya mayoritas pemakalah sendiri bingung dengan materi dari makalah yang telah dibuatnya sendiri.
Seringkali ketika saya kritis bertanya pada pemakalah, pemakalah malah kelabakan mencari jawabannya. Saya bukan bermaksud mencari kesalahan pemakalah. Saya semata-mata hanya ingin mencari jawaban atas hal yang belum saya ketahui dan semata-mata hanya ingin memuaskan hasrat ingin tau saya. Mayoritas mahasiswa bertanya seadanya sehingga tidak terbuka semua materi yang perlu diketahui.
Pada saat pemakalah kelabakan mencari jawaban, maka pemakalah melemparkannya pada teman-teman kelompok lain atau meminta dosen untuk membantu menjawab pertanyaan.
Kebanyakan dosen akan mengambil alih diskusi dan menjawab pertanyaan, namun tak jarang ada dosen yang ngotot meminta teman-teman kelompok lain untuk menjawabnya. Alasannya klasik: agar tiap orang di kelas berani beropini sehingga bisa paham pada materi yang dipresentasikan.

Kebanyakan dosen setelah presentasi selesai akan mengulas kembali tiap pertanyaan yang dilontarkan audiance dan meluruskan jawaban dari pemakalah apabila salah. Lalu adapula dosen yang mengulas tuntas materi dari makalah berdasarkan bahasanya sendiri dan tidak terpaku pada makalah meskipun tetap mengapresiasi makalah (ini dosen yang saya suka karena tak dapat dipungkiri masih banyak makalah yang “awut-awutan” sehingga memang sangat dibutuhkan penjelasan dari dosen mengenai materi tersebut dari awal hingga akhir).
Tapi ada beberapa dosen yang bahkan tidak sempat menjelaskan materi ataupun meluruskan jawaban karena waktu kuliah telah habis termakan oleh pertanyaan (yang kebanyakan sia-sia) dari audiance. Jika sudah seperti ini, mahasiswa hanya melempem membayangkan materi kuliah yang belum “dikupas” tadi akan dimasukkan dalam soal ujian. Mayoritas dosen sulit ditemui diluar untuk diajak berdiskusi. Untungnya saya kenal seorang dosen serba bisa yang asyik diajak berdiskusi mengenai segala hal kapanpun saya mau. Hal tersebut tentunya sangat menolong. Selain itu, agar memahami materi secara mendalam, mahasiswa dituntut untuk senantiasa membaca buku.
Makalah-makalah tersebut biasanya akan selalu dijadikan bahan yang akan diujiankan. Tentu tak masalah bagi mahasiswa yang rajin membaca dan berdiskusi, tapi kebanyakan teman saya mengaku tidak paham pada materi-materi yang dipresentasikan sehingga bisa ditebak bagaimana bingungnya mereka dikala ujian tiba.
Begitu banyaknya kemudharatan tugas makalah bagi saya dan juga teman-teman saya. Akan tetapi, tentunya setiap hal di dunia ini pastinya diciptakan berpasang-pasangan. Begitu juga mudharat, jika ada mudharat pasti ada maslahatnya pula. Dan menurut saya, kemaslahatan tugas makalah ini adalah membuat saya semakin mahir untuk membuat makalah yang benar teknik penulisannya sehingga ini tentunya akan membantu saya nanti ketika akan menyusun skripsi. Oh iya, satu hal lagi. Makalah ini sedikit-banyak melatih saya untuk semakin mahir berbicara di depan umum karena tak dapat dipungkiri kemampuan berbicara yang baik memang diperlukan di bidang saya kelak. Tetapi, kemampuan berbicara tidak hanya bisa ditingkatkan melalui presentasi tugas makalah saja, kan? Banyak jalan menuju Roma, kawan.
Saya kira itu saja sih maslahatnya. Tentu tak sebanding kan dengan begitu banyaknya mudharat yang ditimbulkan tugas makalah ini. Jadi, menurut saya untuk mengefektifkan proses perkuliahan, perlu diciptakan suatu tugas dengan sistem baru sehingga tidak menimbulkan banyak kemudharatan seperti tugas makalah ini.

Oke, itulah tipe tugas di kampus saya. Bagaimana di kampus kalian?